Jumat, 25 Mei 2012

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DARI PERSPEKTIF ANTROPOLOGI HUKUM


Dari perpektif antropologi hukum,fenomena konflik muncul karena adanya konflik  nilai (conflict of values ),konflik norma (conflict of norms ) dan atau konflik kepentingan (conflict of interest) dari komunitas-komunitas etnik,agama,maupun golongan dalam masyarakat.selain itu,konflik-konflik yang terjadi juga bersumber dari persoalan diskriminasi pengaturan dan perlakuan pemerintah pusat terhadap masyarakat daerah ,dengan mengabaikan,menggusur,dan bahkan mematisurikan nilai-nilai,norma-norma hukum rakyat (adat law),termasuk religi dan tradisi-tradisi masyarakat di daerah melalui dominasi dan penegakan hukum negara (state law).


Secara konvensional cita (tujuan) dari hukum adalah untuk menjaga keteraturan dan ketertiban sosial (sosial order)dalam masyarakat .sehingga fungsi hukum lebih ditekankan sebagai instrumen pengawasan sosial (sosial control).Kemudian,dalam masyarakat yang lebih konpleks cita hukum dikembangkan sebagai alat untuk merekayasa kehidupan sosial (sosial engineering).Apakah cita hukum dalam masyarakat multikultral hanya terbatas pada kedua tujuan di atas ? Apakah cita hukum dapat ditingkatkan agar memainkan peran sebagai sebagai instrumen untuk memelihara dan memperkokoh integrasi bangsa dalam masyarakat yang bercorak multikultural ?.makalah ini akan mencoba untuk memberi jawaban di atas dengan menggunakan pendekatan antropologi hukum (legal anthopology) sebagai bagian dari kajian empirik (empirical study of law ).

Hukum dalam perspektif antropologi bukan semata-mata berwujud peraturan peundang-undangan yang diciptakan oleh negara (state law) ,tetapi juga hukum dalam wujudnya sebagai peraturan-peraturan lokal yang bersumber dari suatu kebiasaan masyarakat (cusomary law),termasuk pula mekanisme-mekanisme peraturan sendiri (self regulation/inner-order mechanism) yang juga berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial (legal order) dalam masyarakat.studi-studi antropologis mengenai hukum ,dikenal sebagai antropologi hukum (legal anthropology) ,pada dasarnya mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan fenomena-fenomena sosial yang  berlangsung dalam kehidupan masyarakat ,bagaimana hukum berfungsi dalam kehidupan masyarakat,bagaimana hukum berfungsi dalam kehidupan masyarakat ,bagaimana hukum berfungsi dalam kehipupan masyarakat,atau bagaimana hukum bekerja sebagai alat pengendalian sosial yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat ,atau bagaimana hukum bekerja sebagai alat pengendalian sosial dalam masyarakat.

Norma-norma hukum yang berlaku dalam masyarakat secara motodologis dapat dipahami dari keputusan-keputusan seseorang atau kelompok orang yang secara sosial diberi otoritas untuk menjatuhkan sanksi kepada pelanggar hukum .oleh karena itu ,menginvestigasi hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) dapat dilakukan dengan tiga cara,yaitu   :

1.  Dengan menginvestigasi  norma-norma abstrak yang dapat direkam dari ingatan-ingatan 
     para kepala adat,tokoh masyarakat ,atau pemegang otoritas yang diberi wewenang 
     membuat keputusan-keputusan hukum (ideological method)  .
2.  Dengan melakukan pengamatan terhadap setiap tindakan nyata/perilaku aktual anggota 
     masyarakat dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dalam komunitasnya      
     (descriptive method).
3.  Dengan mengkaji kasus-kasus sengketa yang pernah atau sedang terjadi dalam masyara-
     kat (trouble cases method ).
     Kasus-kasus sengketa yang dipilih dan dikaji secara seksama adalah cara yang utama 
untuk dapat memahami hukum yang berlaku dalam masyarakat .data yang diperoleh dari pengkajian  terhadap kasus-kasus sengketa sangat meyakinkan dan kaya,karena dari kasus-kasus tersebut dapat diungkapkan banyak keterangan mengenai norma-norma hukum yang sedang berlaku dalam masyarakat.

The trouble cases,sought and examined with care,are thus the safety main road into the discovery of law.Their data are most certain.Their yield is reachest .They are the most revealing(Llewellyn & Hoebel,1941;Hoebel,1954:36).


We should think of law as a social phenomenom pluralistically,as regulation of many kinds exiting in a variety of relationships,some of quite tenuous,with the primary legal institutions of the centralized state.Legal anthropology has almost always worked with pluralist conceptions of law.  

 Dari perspektif antropology hukum dapat dijelaskan bahwa hukum yang secara nyata berlaku dalam masyarakat selain terwujud dalam bentuk hukum negara (state law),juga terwujud dalam hukum agama  (religious law ),hukum kebiasaan (customary law ).selain itu ,hukum juga dapat terwujud dalam mekanisme-mekanisme pengaturan lokal(inner order mechanism atau self regulation) yang secara nyata berlaku  dan berfungsi sebagai sarana  pengendalian sosial(sosial control ) dalam masyarakat.
ini berarti bahwa hukum negara (state law )bukan merupakan satu-satunya wujud hukum yang berlaku dalam masyarakat.jika hukum diartikan sebagai instrumen kebudayaan yang berfungsi untuk menjaga keteraturan sosial(sosial order),atau sebagai sarana pengendalian sosial (sosial control ),maka selain hukum negara juga terdapat sistem-sistem hukum lain seperti hukum rakyat (folk law /customary law /adat law ) hukum agama(religious law) ,dan juga mekanisme-mekanisme pengaturan sendiri.
 Fakta kemajemukan hukum (pluralisme hukum) secara umum menjelaskan suatu situasi dimana dua atau lebih sistem hukum berlaku secara berdampingan dalam satu bidang kehidupan sosial(sosial field) ;atau untuk menjelaskan keberadaan dua atau lebih  sistem pengendalian sosial yang berlaku dalam masyarakat atau menerangkan suatu situasi dimana dua atau lebih sistem hukum beinteraksi dalam satu kehidupan sosial atau suatu kondisi dimana  lebih dari satu sistem hukum bekerja secara berdampingan dalam aktifitas dan hubungan dalam masyarakat.


ini adalah 3 komponen utama hukum  :
1. Stuktur hukum (structure of legal system) yang meliputi lembaga legislatif dan institusi 
    penegak hukum (polisi,kejaksaan,pengadilan dan lembaga permasyarakatan)
2. Substansi hukum yang semua produk hukum berupa peraturan perundang-undangan ;dan
3. Budaya hukum masyarakat seperti nilai-nulai,ide,persepsi hukum ,sikap,keyakinan,dan 
    perilaku ,termasuk harapan-harapan masyarakat terhadap hukum.
Dalam perspektif antropologi hukum setiap bentuk masyarakat memiliki sruktur hukum,substansi hukum,dan budaya hukum sendiri.apakah substansi dan struktur hukum ditaati atau sebaliknya,atau hukum dapat berlaku secara efektif atau tidak akan sangat tergantung pada kebiasaan (custom),tradisi (tradition),atau budaya hukum (legal culture)
masyarakat yang bersangkutan.

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar