MAKALAH HUKUM SUMBER DAYA ALAM
NAMA :
RAFINDO SINULINGGA
NIM :
1008015118
KELAS :
B
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
2012
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia
dan memiliki wilayah laut dengan luas lebih dari dua pertiga wilayah nasional
dan wilayah laut dengan luas lebih dari dua pertiga wilayah nasional dan
wilayah pesisirnya terletak disepanjang panatai yang panjangnya 81.000 km.
Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki keragaman
potensi sumber Daya Alam yang tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan
sosial, ekonomi, budaya, lingkungan dan penyangga kedaulatan bangsa.
Pengelolaan wilayah pesisir berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-undang Nomor
27 Tahun 2007 dilaksanakan dengan tujuan (1) melindungi, mengkonservasi,
merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya Sumber Daya Pesisir dan
Pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan; (2)
menciptakan keharmonisan dan sinergi antara pemerintah dan Pemerintah Daerah
dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau kecil; (3) memperkuat
peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif
masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau kecil agar
tercapai keadilan, keseimbangan dan keberlanjutan; dan (4) meningkatkan nilai
sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam
pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Salah satu potensi yang terdapat diwilayah pesisir adalah
penambangan Minyak dan Gas Bumi. Lebih dari 70% kegiatan perminyakan akan
berada di sekitar garis pantai. Pengaturan tentang Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001.
Namun aktivitas penambangan tersebut telah
menimbulkan berbagai persoalan seperti yang terjadi di wilayah kampung Terusan
Desa Sebuntal Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara oleh perusahaan
pertambangan migas PT Unocal-Chevron. Beberapa persoalan yang terjadi adalah
kerusakan dan pencemaran lingkungan pesisir; penurunan penghasilan masyarakat
pesisir; terjadinya kekerasan serta bergesernya nilai-nilai sosial yang dianut
masyarakat.
Penghasilan setelah terjadi pencemaran pantai sangat
terpengaruh. Sebelum terjadi pencemaran, pada saat musim bibit hasil tangkapan dapat
mencapai 10.000 ekor dalam satu hari. Sekarang hasil yang terbesar tidak lebih
dari 300 ekor dan terkadang tidak ada sama sekali. Ketika musim angin utara
adalah masa dimana limbah Unocal masuk ke pantai Terusan sehingga musim angin
Utara bukan merupakan musim bibit lagi karena pada saat limbah masuk bibit
udang menghilang. Pengaruh limbah terhadap hasil tangkapan bibit mulai terjadi
sejak tahun 1987, namun dampak terbesar terjadi sejak tahun 1992 hingga
sekarang. Dampak tersebut hingga saat ini belum ada penyelesaian.
Berdasarkan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 11 Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen, ketentuan ini melarang terjadinya
pencemaran laut dan udara diatasnya, serta kewajiban untuk mencegah meluasnya
pencemaran tersebut. Demikian juga Undang-undang Nomor 23 tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
1
Dampak Penambangan Migas PT Unocal-Chevron di Kampung
Terusan Desa Sebuntal Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara perlu
segera diupayakan penyelesaian. Upaya yang perlu dilakukan adalah penegakan
hukum terhadap terjadinya dampak yang merugikan serta segera dilakukan
rehabilitasi terhadap kondisi pesisir yang mengalami kerusakan dan pencemaran
lingkungan.
KEYWORD
1. Pertambangan .
2.
Pencemaran
3.
Pembangunan
4.
Sengketa
5.
2
Latar belakang
Sumber daya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas
sumber daya alam ,sumberdaya alam non hayati dan sumber daya buatan,merupakan salah
satu aset pembangunan Indonesia yang penting.sebagai pasar modal dasar
pembangunan sumberdaya alam harus dimanfaatkan sepenuh-penuhnya tetapi dengan
cara-cara yang tidak merusak,bahkan sebaliknya,cara-cara yang dipergunakan
harus dipilih yang dapat memelihara dan mengembangkan agar modal dasar tersebut
makin besar manfaatnya untuk pembangunan lebih lanjut dimasa
mendatang.Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu
ekositem,yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbale balik antara
makluk hidup yang satu dengan yang lainnya.
Lingkungan
hidup sebagai media hubungan timbal-balik antara makhluk hidup dengan
factor-faktor alam terdiri dari bermacam-macam keadaan dan hubungan yang secara
bersama-sama mewujudkan struktur dasar ekosistem sebagai kesatuan yang
mantap,hubungan timbal balik tersebut merupakan mata rantai siklus penting yang
menentukan daya dukung lingkungan hidup bagi pembangunan.
Kegiatan-kegiatan
pembangunan dapat mempengaruhi struktur dasar ekosistem.dengan menimbulkan
perubahan yang merusak atau dengan menimbulkan tambahan pencemaran di dalam
aliran bahan dalam proses-proses ekosistem,oleh karena itu gangguan terhadap
struktur dasar ekosistem harus dihindari dan di upayakan kelestariaannya tetap
di pertahankan.
Gagasan
pembangunan berkelanjutan di Indonesia telah di upayakan di dalam program dan
strategi pengelolaan lingkungan sebagaimana terulang dalam dokumen Agenda 21
Indonesia,Agenda 21 Indonesia merumuskan strategi nasional untuk pembangunan
berkelanjutan yang di kelompokkan menjadi empat area yakni :
1.
Pelayanan
masyarakat.
2.
Pengelolaan
limbah.
3.
Pengelolaan
sumberdaya tanah.
4.
Pengelolaan
sumberdaya alam.
3
Agenda pelayanan pada masyarakat pada
dasarnya merupakan perwujudan prinsip sosial ekonomi pembangunan
berkelanjutan.Agenda ini mendapat penekanan utama dalam konferensi tingkat
tinggi di Rio de Janeiro,terutama didasarkan atas fakta masih banyaknya
penduduk dunia yang hidup dalam tingkat kesejahteraan yang minim.Di
Indonesia,agenda pelayanan masyarakat yang di letakakkan sebagai agenda pertama
mengisyaratkan bahwa focus pembangunan dan pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia memang di arahkan pada dimensi sosial-ekonomi,tanpa mengakibatkan
dimensi lain.
Indonesia
sebagai negara kepulauaan memiliki luas laut lebih besar dari pada luas
daratan.Jumlah pulau sebanyak 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.000
km atau 18 % dari garis pantai dunia.
Rancangan pengelolaan ini di harapkan
dapat menyatukan beberapa kebijakan yang ada sehingga dapat mengakomodasi
kebutuhan masyarakat.
Permasalahan
Sejalan dengan meningkatnua kegiatan
pembangunan dan perkembangan pemukiman serta perkotaan kearah pesisir,maka
terlihat jelasnya degradasi sumberdaya pesisir .salah satu degradasi sumberdaya
pesisir yang cukup menonjol adalah degradasi hutan menggrove sebagai akibat
pemanfaatannya yang intensif untuk arang,bahan kontruksi atau kertas serta
pemanfaatan lanngsung lainnya.
Untuk
mengatasi masalah yang ingin diteliti dalam penelitiaan ini dapat dirumuskan
pada hal-hal sebagai berikut :
1.
Bagaimana
perkembangan perubahan lahan hutan mangrove di wilayah pesisir menjadi lahan
sebagai peruntukan lain terhadap produksi perikanan.
2.
Seberapa
jauh tingkat peran serta masyarakat dalam upaya pelestariaan di wilayah pesisir
Kabupaten Kabupaten Kutai Kartanegara kecamatan Sebuntal Kecamatan
Marangkayu desa sebuntal.
3.
Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh
kelompok masyarakat terhadap tingkat peran serta upaya dalam pelestarian
ekosistem hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara.
4
Pembahasan
Wilayah
pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah
darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih
mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan
air laut (intrusi) yang dicirikan oleh vegetasinya yang khas, sedangkan batas
wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar daripada daerah
paparan benua (continental shelf),
dimana ciri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi
di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang
disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan
pencemaran (Bengen, 2002).
Berdasarkan batasan tersebut di atas, beberapa ekosistem wilayah pesisir yang khas
seperti estuaria, delta, laguna, terumbu karang (coral reef), padang lamun (seagrass), hutan mangrove, hutan rawa, dan bukit
pasir (sand dune) tercakup
dalam wilayah ini. Luas suatu wilayah pesisir sangat tergantung pada struktur
geologi yang dicirikan oleh topografi dari wilayah yang membentuk tipe-tipe
wilayah pesisir tersebut. Wilayah pesisir yang berhubungan dengan tepi benua
yang meluas (trailing edge)
mempunyai konfigurasi yang landai dan luas. Ke arah darat dari garis pantai
terbentang ekosistem payau yang landai dan ke arah laut terdapat paparan benua
yang luas. Bagi wilayah pesisir yang berhubungan dengan tepi benua patahan atau
tubrukan (collision edge),
dataran pesisirnya sempit, curam dan berbukit-bukit, sementara jangkauan
paparan benuanya ke arah laut juga sempit.Berdasarkan batasan tersebut di atas,
beberapa ekosistem wilayah pesisir yang khas seperti estuaria, delta, laguna,
terumbu karang (coral reef), padang
lamun (seagrass), hutan
mangrove, hutan rawa, dan bukit pasir (sand dune)
tercakup dalam wilayah ini. Luas suatu wilayah pesisir sangat tergantung pada
struktur geologi yang dicirikan oleh topografi dari wilayah yang membentuk
tipe-tipe wilayah pesisir tersebut. Wilayah pesisir yang berhubungan dengan
tepi benua yang meluas (trailing
edge) mempunyai konfigurasi yang landai dan luas. Ke arah darat
dari garis pantai terbentang ekosistem payau yang landai dan ke arah laut
terdapat paparan benua yang luas. Bagi wilayah pesisir yang berhubungan dengan
tepi benua patahan atau tubrukan (collision
edge), dataran pesisirnya sempit, curam dan berbukit-bukit,
sementara jangkauan paparan benuanya ke arah laut juga sempit.Mendasarkan pada
batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah
peralihan (interface) antara
daratan dan laut. Oleh karena itu, wilayah pesisir merupakan ekosisitem khas
yang kaya akan sumberdaya alam baik sumberdaya alam dapat pulih (renewable resources) seperti
ikan, terumbu karang, hutan mangrove, dan sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable resources) seperti
minyak dan gas bumi, bahan tambang dan mineral lainnya.
5[3]
Selain itu,
wilayah pesisir juga memiliki potensi energi kelautan yang cukup potensial
seperti gelombang, pasang surut, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), serta memiliki
potensi jasa-jasa lingkungan (environmental
services) seperti media transportasi, keindahan alam untuk kegiatan
pariwisata, dan lain-lain.
Pengertian pengelolaan daerah pesisir
Rokhmin
Dahuri (2001) lebih menjelaskan mengenai definisi dan pengertian Pengelolaan
wilayah pesisir terpadu dengan menggunakan beberapa pemahaman: Definsi (1) “Proses Pengelolaan yang mempertimbangkan
hubungan timbal balik antara kegiatan pembangunan (manusia) yang terdapat
diwilayah pesisir dan lingkungan alam (ekosistem) yang secara potensial terkena
dampak kegiatan-kegiatan tersebut. Definisi ke (2) “adalah
suatu proses penyusunan dan pengambilan keputusan secara rasional tentang
pemanfaatan wilayah pesisir beserta segenap sumberdaya alam yang terkandung
didalamnya secara berkelanjutan”. Definisi ke (3) “Suatu
proses kontinu dan dinamis dalam penyusunan dan pengambilan keputusan tentang
pemanfaatan berkelanjutan dari wilayah pesisir beserta segenap sumberdaya alam
yang terdapat didalamnya”. Definisi ke
(4) “Suatu
proses kontinu dan dinamis yang mempersatukan/ mengharmoniskan kepentingan
antara berbagai stakeholders (pemerintah, swasta, masyarakat lokal dan LSM);
dan kepentingan ilmiah dengan pengelolaan pembangunan dalam menyusun dan
mengimplementasikan suatu rencana terpadu untuk membangun (memanfaatkan) dan
melindungi ekosistem pesisir beserta segenap sumberdaya alam yang terdapat
didalamnya, bagi kemakmuran/kesejahteraan umat manusia secara adil dan berkelanjutan.
PENGELOLAAN
WILAYAH PESISIR TERPADU
Dalam rangka mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir terpadu yang berbasis
masyarakat diperlukan beberapa proses pengelolaan yang sesuai dengan tahapan
manajemen yaitu mulai dari perencanan, implementasi, monitoring dan
evaluasi. Tahapan proses perencanaan pengelolaan wilayah pesisir berbasis
masyarakat tetap mengacu kepada proses perencanaan pembangunan berkelanjutan
wilayah pesisir dan lautan.
6
a. Tahap Perencanaan
Tahap awal dari proses perencanaan adalah dengan cara mengidentifikasi dan
mendefinisikan isu dan permasalahan yang ada, yang menyangkut kerusakan sumber
daya alam, konflik penggunaan, pencemaran, dimana perlu dilihat penyebab dan
sumber permasalahan tersebut. Selanjutnya juga perlu diperhatikan sumber daya
alam dan ekosistem yang ada yang menyangkut potensi, daya dukung,
status, tingkat pemanfaatan, kondisi sosial ekonomi dan budaya setempat seperti
jumlah dan kepadatan penduduk, keragaman suku, jenis mata pencaharian
masyarakat lokal, sarana dan prasarana ekonomi dan lain-lain. Berdasarkan
pendefinisian masalah yang dipadukan dengan informasi tentang sumber daya alam
dan ekosistem serta aspirasi masyarakat selanjutnya disusun tujuan dan sasaran
yang ingin dicapai. Berdasarkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai serta
melihat peluang dan kendala yang ada selanjutnya mulai dibuat perencanaan
berupa kegiatan pembangunan dalam bentuk program dan proyek. Perencanaan
yang telah disusun perlu disosialisasikan kembali kepada masyarakat luas untuk
mendapat persetujuan, setelah mendapat pesetujuan rencana ini baru dimasukkan
dalam agenda pembangunan baik daerah maupun nasional.Dalam penyusunan rencana
pengelolaan ini, perlu juga diperhatikan bahwa konsep pengelolaan sumber daya
pesisir terpadu berbasis masyarakat diharapkan akan mampu untuk (1)
meningkatkan kesadaran masyarakat, akan pentingnya SDA dalam menunjang
kehidupan mereka (2) meningkatkan kemampuan masyarakat, sehingga mampu berperan
serta dalam setiap tahapan pengelolaan dan (3) meningkatkan pendapatan
masyarakat, dengan bentuk-bentuk pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan
serta berwawasan lingkungan (Zamani dan Darmawan, 2000).
a. Tahap
Pelaksanaan (Implementasi) Rencana
Pada tahap
implementasi perencanaan, diperlukan kesiapan dari semua pihak yang terlibat
didalamnya, seperti masyarakat itu sendiri, tenaga pendamping lapangan dan
pihak lainnya. Selain itu juga diperlukan koordinasi dan keterpaduan
antar sektor dan stakeholder
yang ada sehingga tidak terjadi tumpang tindih kepentingan dan ego
sektoral. Dalam hal ini diperlukan adanya lembaga pelaksana yang
melibatkan semua pihak yang berkepentingan seperti Pemerintah Daerah,
masyarakat lokal, Investor/swasta, instansi sektoral, Perguruan Tinggi dan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Pada tahap implementasi ini juga diperlukan kesamaan persepsi antara masyarakat
lokal dengan lembaga atau orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan
ini sehingga masyarakat benar-benar memahami rencana yang akan dilaksanakan.
Menurut Zamani dan Darmawan (2000) kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan pada
tahap implementasi ini adalah: (1) integrasi ke dalam masyarakat, dengan
melakukan pertemuan dengan masyarakat untuk menjawab seluruh pertanyaan yang
berhubungan dengan penerapan konsep dan mengidentifikasi pemimpin potensial
yang terdapat di lembaga masyarakat lokal.
7
(2) pendidikan dan pelatihan masyarakat,
metoda pendidikan dapat dilakukan secara non formal menggunakan
kelompok-kelompok kecil dengan cara tatap muka sehingga dapat diperoleh
informasi dua arah dan pengetahuan masyarakat lokal (indigenous knowledge) dapat dikumpulkan untuk
dimasukkan dalam konsep penerapan (3) memfasilitasi arah kebijakan, dalam hal
ini segenap kebijakan yang berasal dari masyarakat dan telah disetujui oleh
koordinator pelaksana hendaknya dapat didukung oleh pemerintah daerah, sehingga
kebijakan bersama tersebut mempunyai kekuatan hukum yang jelas, dan (4)
penegakan hukum dan peraturan, yang dimaksudkan agar seluruh pihak yang terlibat
akan dapat menyesuaikan tindakannya dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
b. Tahap Monitoring dan Evaluasi
Monitoring yang dilakukan sejak dimulainya proses implementasi perencanaan
dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas kegiatan, permasalahan yang timbul
dalam implementasi kegiatan. Monitoring dilakukan dengan melibatkan
seluruh pihak yang ada. Setelah monitoring selanjutnya dilakukan evaluasi
bersama secara terpadu dengan melibatkan seluruh pihak yang
berkepentingan. Melalui evaluasi ini akan diketahui kelemahan dan
kelebihan dari perencanaan yang ada guna perbaikan untuk pelaksanaan tahap
berikutnya.
Pengelolaan
wilayah pesisir terpadu berbasis masyarakat sesuai dengan prinsip Ko-manajemen
perikanan yaitu pembagian atau pendistribusian tanggung jawab dan wewenang
antara pemerintah dan masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya
perikanan. Oleh sebab itu keberhasilan pengelolaan wilayah pesisir
berbasis masyarakat dapat mengacu kepada indikator keberhasilan Ko-manajemen perikanan.
[4] 8
Kesimpulan
Peraturan hukum yang dibuat oleh pemerintah menjadi salah
satu kekuatan dalam menegakkan hukum apabila terjadi sengketa yang disebabkan
oleh ancaman terhadap masyarakat ,pemegang otoritas dan kepentingan umum
.peraturan tersebut akan bertambah kuat apabila ditopang oleh penegakan hukum
dari perspektif antropologi hukum yaitu melalui inventigasi norma-norma abstrak
yang dapat direkkam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat ,melakukan
pengamatan ,dan mengkaji kasus-kasus sengketa yang pernah atau sedang terjadi
dalam masyarakat dengan menggunakan metode tersebut kita akan mengetahui
kondisi masyarakat di suatu daerah dan akan membantu dalam penyelesaiaan suatu
sengketa.
9
DAFTAR PUSTAKA
Pospisil L .1971.Antropology of Law,A comparative
Theory,Harper & Row London
Ihromi,T.O1984.pengelolaan
daerah pesisir Di Indonesia.Jakarta.Yayasan Obor Indonesia
Bohanan,Paul .1957.justice
and Judgement Among The Tiv
[1]
Pospisil L .1971.Antropology of Law,A comparative Theory,Harper & Row
London.
[2]
Pospisil L .1971.Antropology of Law,A comparative Theory,Harper & Row
London
[3]
Bohanan,Paul .1957.justice and Judgement
Among The Tiv
[4]
Ihromi,T.O1984.pengelolaan daerah pesisir
Di Indonesia.Jakarta.Yayasan Obor Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar