Pemberdayaan sumber daya Migas
Ilmu
pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan, terutama
dalam pengelolaan Migas yang ada di lapangan menggunakan alat-alat yang canggih
sesuai dengan perkembangan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir
manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak akan bisa
maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya manusia bangsa kita.
Kualitas hidup bangsa dapat meningkat jika ditunjang dengan sistem pendidikan
yang mapan. Dengan sistem pendidikan yang mapan, memungkinkan kita berpikir
kritis, kreatif dan produktif.
Dalam UUD
1945 pasal 33 disebutkan bahwa Bumi,Tanah dan Air dan semua yang terkandung
didalamnya dikuasai negara dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat.berdasarkan
pasal tersebut pemerintah harus melakukan pengendalian terhadap kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dimana termasuk didalamnya minyak
dan gas.Dalam uu no 8 Tahun 1971 tentang pertamina diatur mengenai
prinsip-prinsip dasar untuk perusahaan pertambangan minyak bumi dan gas bumi
negara(Pertamina).tetapi karena ketidakefisienan kinerja Pertamina sehingga
dibuat UU no 22 Tahun 2001 ,hal ini terlihat dari kebocoran financial,isu
monopoli sehingga timbul ide menciptakan perusaahan migas nasional yang
bertaraf dunia sehingga mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan dari negara
lain.pada priinsipnya UU ini berusaha mengembalikan kekuasaan pertambangan
kepada negara dalam hal ini pemerintah sehingga pelaksanaan pengusahaan Migas
juga dikembalikan kepada negara. Dengan
kondisi seperti ini berarti sudah jelas bahwa Pertamina memiliki kemungkinan
menang yang rendah jika diadu secara bebas dengan ratusan perusahaan
minyak lainnya, baik itu yang multinasional maupun perusahaan dalam negeri
lain. lalu timbul sebuah pertanyaan mendasar, apakah Pertamina mampu
memenangkan persaingan ini dan menjadi penguasa di negeri sendiri atau kalah
dan berakhir pada kebangkrutan perusahaan. Kemungkinan untuk memenangkan
persaingan ini selalu ada, tinggal bagaimana tindakan Pertamina untuk
meningkatkan peluang untuk memenangkan persaingan bebas ini.
1
Yang jelas
modal utama Pertamina untuk memenangkan persaingan ini yaitu pengalaman
Pertamina yang sebenarnya sudah cukup banyak dalam mengelola beberapa lapangan
minyak di Indonesia dan sumberdaya manusia yang melimpah. Namun dilain pihak
ada beberapa kekurangan yang harus ditanggulangi dari Pertamina sendiri. Yang
paling jelas yaitu budaya riset yang rendah di internal Pertamina. Sampai saat
ini Pertamina belum memiliki lembaga riset internal yang berfungsi untuk
mengembangkan keilmuan dari teknik perminyakan itu sendiri. Tanpa adanya hasil
riset yang baik maka Pertamina akan selamanya menjadi konsumen dari teknologi
asing, Pertamina harus bergantung pada perusahaan jasa perminyakan dalam
mengelola seluruh asetnya. Sehingga makin banyak uang rakyat yang mengalir
menuju ke kantong-kantong asing
Judul
makalah ini sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati
dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli dalam pengelolaan
sumber daya Migas.
2
1. Pengertian Sumber Daya Migas
Bahan bakar fosil (minyak bumi dan gas) merupakan sumber daya primer yang
sampai saat ini masih menjadi sumber energi utama dalam memenuhi kebutuhan
energi Indonesia. sebagai sumber energi utama seharusnya sumberdaya migas
dikelola dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat. Namun, pada realitanya
pengelolaan migas di Indonesia sekarang ini yang dilakukan oleh BP Migas banyak
dinilai tidak pro terhadap kepentingan penduduk Indonesia. salah satu contohnya
yaitu kebijakan BP Migas yang dirasa lebih memilih perusahaan asing daripada
Pertamina sebagai national oil company
dalam memenangkan tender beberapa blok migas di Indonesia.
Dalam pasal 1 UU No
22 Tahun 2001 disebutkan pengertian minyak bumi
sebagai berikut : minyak bumi merupakan hasil proses alami yang berupa
hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan atmosfer berupa fasa cair dan padat
termasuk aspal ,lilin mineral atau ozokerit dan bitumen yang diperoleh dari
proses penambangan,tetapi tidak termasuk batubara dan endapan hidrokarbon lain
yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan
kegiatan usaha Minyak dan Gasa bumi ;
Sedangkan Gas bUmi
adalah : hasil prose salami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan atmosfer berupa fasa gas yang
diperoleh dari proses penambangan minyak dan gas bumi.
Dalam pasal 1 angka 5 disebutkan : kuasa pertambangan
adalah wewenang yang diberikan Negara kepada pemerintah untuk menyelenggarakan
eksplotasi dan eksporasi dan dalam angka 6 disebutkan :Survei umum adalah
kegiatan lapangan yang meliputi pengumpulan,analisis dan penyajian data yang berhubungan dengan
informasi keadaan geologi untuk memperkirakan letak dan potensi sumber daya
minyak dan gas bumi diluar wilayah kerja.
Sebelumnya telah dikemukakan bahwa landasan konstitusional
dalam kegiatan usaha migas adalah Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945.
Disebutkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Prinsip ”dikuasai negara” tersebut
dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang SDA yang lahir
pascakemerdekaan maupun pascareformasi, di antaranya
3
Undang-Undang No. 37 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan
sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan terakhir diganti dengan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
untuk kegiatan usaha di bidang pertambangan umum dan Undang-Undang Nomor 44
Prp.
Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan usaha di bidang migas.
Pada tataran praktis, pengertian ”dikuasai negara” ternyata
telah ditafsirkan berbeda-beda dari waktu ke waktu. Pertama, pada masa
Demokrasi Terpimpin, pengertian ”dikuasai negara” diartikan sebagai negara
memiliki wewenang untuk menguasai dan mengusahakan langsung semua sumber daya
alam melalui perusahaan-perusahaan milik negara. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, pemerintah
menyeragamkan bentuk badan usaha milik negara menjadi perusahaan negara yang
pada masa itu berjumlah sekitar 822 perusahaan negara.
Kedua, pada masa Orde Baru, pengertian ”dikuasai negara”
telah bergeser dari ”pemilikan dan penguasaan secara langsung” menjadi
”penguasaan secara tidak langsung” melalui kepemilikan seluruh saham di BUMN.
Hal ini terjadi karena pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa mengelola sumber
daya alam secara langsung memerlukan sumber daya manusia yang terampil
(skill), modal yang sangat besar (high capital), teknologi tinggi (high technology),
dan berisiko tinggi (high risk). UU Migas 1960 dan UU PERTAMINA lahir pada masa
ini.
Ketiga, pada masa Reformasi, pengertian ”dikuasai negara”
bergeser ke arah yang lebih praktis dan terbuka. Pemerintah memberikan peluang
sebesar-besarnya kepada investor swasta atau asing untuk terlibat langsung
dalam pengusahaan sumber daya alam melalui pemberian izin langsung
(license) atau kontrak kerja sama operasi (KSO). Bahkan, sebagian saham milik
milik negara di BUMN telah dijual kepada investor-investor swasta melaui
penawaran umum di bursa-bursa efek, baik di dalam negeri maupun di luar
negeri, seperti yang dilakukan PT Telkom, PT Indosat, dan PT Gas Negara.
Ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk sangat pesat,
ketidakmampuan BUMN dalam memobilisasi dana, dan terbatasnya APBN untuk
memenuhi kebutuhan dan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan
masyarakat.
Pengertian “dikuasai oleh
negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti
luas yang bersumber dan diturunkan dari konsep kedaulatan rakyat Indonesia atas
segala sumber kekayaan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya”, termasuk pula di dalamnya pengertian publik oleh kolektivitas rakyat
atas sumber-sumber kekayaan dimaksud.
4
Rakyat secara kolektif itu
dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan
mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan
pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad),
dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Fungsi pengurusan
(bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh Pemerintah dengan kewenangannya untuk
mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan (vergunning), lisensi (licentie),
dan konsesi (consessie).
Fungsi pengaturan oleh negara (regelendaad)
dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama Pemerintah, dan
regulasi oleh Pemerintah. Fungsi pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui
mekanisme pemilikan saham (share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan
Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan, yang melaluinya Negara.
Pemerintah, mendayagunakan
penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara
(toezichthoudensdaad) dilakukan oleh Negara, c.q. Pemerintah, dalam rangka
mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas
sumber-sumber kekayaan dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat … Yang harus dikuasai oleh negara adalah jika:
(i)
cabang-cabang produksi itu
penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak; atau
(ii)
(ii) penting bagi Negara,
tetapi tidak menguasai hajat hidup orang banyak; atau
(iii)
(iii) tidak penting bagi
Negara, tetapi menguasai hajat hidup orang banyak. Ketiganya harus dikuasai
oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat .
Dengan kata lain, makna “dikuasai negara” tidak harus
diartikan bahwa negara sendiri yang langsung mengusahakan sumber daya
alam. Aksentuasi “dikuasai negara” atau kedaulatan negara atas SDA terletak
pada tindakan negara dalam hal pembuatan kebijakan, pengaturan, pengurusan,
pengelolaan, dan pengawasan terhadap kegiatan usaha di bidang sumber daya
alam.
5
A.
Asas dan
Tujuan pengelolaan sumber daya Migas
Penyenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang diatur dalam
undang-undang ini berasaskan ekonomi
kerakyatan ,keterpaduan ,kemanfaatan,keadilan ,keseimbangan ,kemakmuran bersama
dan kesejahteraan rakyat banyak,keamanan dan keselamatan dankepastian hukum
serta berwawasan lingkungan. Gejala tidak terjaminnya kepastian
hukum mengisyaratkan perlunya peningkatan apresiasi penyelenggara birokrasi
kepada substansi hukum dalam kontrak. Mengingat sifat sumber daya yang tak
terbarukan, semua Kontrak Migas di masa mendatang harus dilandasi pada asas berkelanjutan
dan pelestarian lingkungan selain mampu mengantisipasi setiap perubahan keadaan
dalam menjalankan fungsi hokum sebagai sarana pembangunan dan keadilan dengan
kepastian hokum yang dapat dicapai melalui klausul stabilisasi.
Penyelenggaraan
kegiatan usaha Minyak bumi dan Gas Bumi bertujuan :
a. Menjamin
efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha eksploitasi dan
eksplorasi secara berdaya guna, berhasil guna,serta berdaya saing tinggi dan
berkelanjutan atas minyak dan gas bumi milik negara yang strategis dan tidak
terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan;
b. Menjamin
efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengelohan ,pengangkutan,
penyimpanan dan Niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme
persaingan usaha yang wajar,sehat dan transparan;
c. Menjamin
efisiensi dan efektivitas tersedianya Minyak Bumi dan Gas Bumi,baik sumber
energi maupun sebagai bahan baku,untuk kebutuhan dalam negeri;
d. Mendukung
dan menumbuhkahkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing di
tingkat nasional ,regional,dan internasional;
e. Meningkatkan
pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi
perekonomian nasional dan mengambangkan serta memperkuat posisi industri dan
perdagangan Indonesia;
f.
Menciptakan lapangan kerja,meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata,serta tetap menjaga
kelestarian lingkungan hidup.
6
B.
Hubungan
kegiatan usaha minyak dan gas bumi dengan hak atas tanah
Dasar
Hukum
1.
Undang-Undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas);
2.
Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (UU LH);
3.
Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT).
Pembahasan
1.
Ketentuan-ketentuan Umum Industri Migas
Kegiatan
usaha migas seharusnya dilakukan dengan berdasarkan pada ekonomi kerakyatan,
keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama
dan kesejateraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum
serta berwawasan lingkungan. Adapun salah satu tujuan penyelenggaraan kegiatan
usaha migas, menurut Pasal 3 huruf f adalah sebagai berikut:
“menciptakan
lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan
merata, serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.’
Dari kedua aturan di dalam UU
Migas tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan sektor industri
migas, harus selalu memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan hidup,
termasuk diantaranya adalah sektor lingkungan hidup.
7
Kegiatan
usaha migas terdiri atas:
a.
kegiatan usaha hulu yang mencakup:
a)
eksplorasi;
b)
eksplotasi.
b.
Kegiatan usaha hilir yang mencakup:
a)
Pengolahan;
b)
Pengangkutan;
c)
Penyimpanan;
d)
Niaga.
Kegiatan
usaha hulu dilaksanakan melalui Kontrak Kerja Sama, yang paling sedikit memuat
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a.
Penerimaan negara;
b.
Wilayah Kerja & pengembaliannya;
c.
Kewajiban pengeluaran dana;
d.
Perpindahan kepemilikan hasil produksi datas migas;
e.
Jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak;
8
f.
Penyelesaian perselisihan;
g.
Kewajiban pemasokan migas untuk kebutuhan dalam negeri;
h.
Berakhirnya kontrak;
i.
Kewajiban pasca operasi pertambangan;
j.
Keselamatan dan kesehatan kerja;
k.
Pengelolaan lingkungan hidup;
l.
Pengalihan hak dan kewajiban;
m.
Pelaporan yang diperlukan;
n.
Rencana pengembangan lapangan;
o.
Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;
p.
Pengembangan masyarakat dan sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat;
q.
Pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.
Untuk
menjamin agar industri migas dapat tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup,
maka diperlukan peran serta pemerintah. Dalam hal ini pemerintah memiliki
peranan sebagai regulator, sekaligus melaksanakan fungsi pengawasan. Pasal 39
ayat (1) UU Migas menyebutkan bahwa pemerintah berperan untuk melakukan
pembinaan terhadap sektor usaha migas, yang antara lain mencakup penetapan
kebijakan mengenai kegiatan usaha migas, berdasarkan pada:
a.
cadangan dan potensi sumber daya migas yang dimiliki;
9
b.
kemampuan produksi;
c.
kebutuhan bahan bakar migas dalam negeri;
d.
penguasaan teknologi;
e.
aspek lingkungan dan pelestarian lingkungan hidup;
f.
kemampuan nasional;
g.
kebijakan pembangunan.
Sedangkan
fungsi pengawasan yang dilakukan pemerintah antara lain pengawasan atas
pekerjaan dan pelaksanaan kegiatan usaha migas terhadap ditaatinya ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang meliputi:
a.
konservasi sumber daya dan cadangan migas;
b.
pengelolaan data migas;
c.
penerapan kaidah keteknikan yang baik;
d.
jenis dan mutu hasil olahan migas;
e.
alokasi dan distribusi Bahan Bakar Minyak dan bahan baku;
f.
keselamatan dan kesehatan kerja;
g.
pengelolaan lingkungan hidup;
10
h.
pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun
dalam negeri;
i.
penggunaan tenaga kerja asing;
j.
pengembangan tenaga kerja Indonesia;
k.
pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat;
l.
penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi migas;
m.
kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha migas sepanjang menyangkut
kepentingan umum.
Namun
demikian, yang memegang peranan terpenting untuk menjamin agar sektor usaha
migas dapat tetap menjaga kelestarian lingkungan, adalah badan usaha itu
sendiri, sebagai pelaku di lapangan. Oleh karena itu, di dalam Pasal 40 UU
Migas diatur mengenai kewajiban-kewajiban Badan Usaha dalam rangka menjamin
kelestarian lingkungan hidup, yaitu sebagai berikut:
a.
menjamin keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup dan
menaati ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku dalam kegiatan
usaha migas;
b.
melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas
terjadinya kerusakan lingkungan hidup, termasuk kewajiban pascaoperasi
pertambangan;
c.
bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat .
11
Dalam pasal 33 uu no 22 tahun 2001 disebutkan :
(1)
Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dilaksanakan didalam wilayah hukum
pertambangan Indonesia.
(2)
Hak atas wilayah kerja tidak meliputi
hak atas tanah permukaan bumi.
(3)
Kegiatan usaha Minyak dan gas bumi
tidak dapat dilaksanakan pada :
a.
Tempat pemakaman ,tempat yang dianggap
suci,tempat umum,sarana dan prasarana umum ,cagar alam,serta tanah milik
masyarakat adat;
b.
Lapangan dan bangunan pertanahan negara
serta tanah di sekitarnya;
c.
Bangunan bersejarah dan simbol-simbol
negara;
d.
Bangunan ,rumah tinggal ,atau pabrik
beserta tanah pekarangan di sekitarnya, kecuali dengan izin dari instansi
Pemerintah,persetujuan masyarakat dan perseorangan yang berkaitan dengan hal
tersebut.
(4)
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
yang bermakksud melaksanakan kegiatannya dapat memindahkan bangunan,tempat umum
,sarana dan prasarana umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a dan
huruf b setelah terlebih dahulu memperoleh izin dan instansi Pemerintah yang
berwenang.
Dalam pasal 36
disebutkan :
(1)
Dalam hal badan Usaha dau bentuk usaha
tetap telah diberikan wilayah kerja,maka terhadap bidang-bidang tanah yang
dipergunakan langsung untuk kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dan areal
pengamanannya ,diberikan hak pakai sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan wajib memelihara serta menjaga bidang tanah
tersebut.
(2)
Dalam hal pemberian wilayah kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat(1)meliputi areal
12
yang
luas di atas tanah negara, maka bagina-bagian tanah yang tidak digunakan untuk
kegiatan usaha minyak dan gas umi dapat diberikan kepada pihak lain oleh
menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang agraria dan pertanahan dengan
mengutamakan masyarakat setempat setelah ,endapat rekomendasi dari Menteri.
C. Pembinaan
dan Pengawasan
Salah
satu mekanisme pengawasan yang dilakukan adalah melalui perizinan yang meliputi
aspek kelaikan operasi, hak, kewajiban, sanksi, dan pemantauan. Oleh karena itu
usaha penyediaan energi listrik hanya dapat dilakukan berdasarkan izin. Untuk
lebih meningkatkan kemampuan negara dalam hal penyediaan tenaga listrik,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 1985 pasal
7 Ayat (2): baik untuk kepentingan umum, pemerintah memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada koperasi dan badan usaha lain untuk menyediakan
tenaga listrik berdasarkan Izin Usaha Ketenagalistrikan.
Izin Usaha Ketenagalistrikan yang diberikan oleh pemerintah meliputi Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Sendiri (IUKS) dan Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum (IUKU).
Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Sendiri (IUKS) diperuntukkan bagi penyediaan tenaga listrik dengan kapasitas diatas 200 kVA. Sebelum instalasi dioperasikan secara komersial, harus dilakukan uji laik operasi dan lingkungan atas instalasi, oleh pejabat yang berwenang. Untuk usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri berkapasitas di bawah 200 kVA harus terdaftar di PemerintahDaerah.
Pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan IUKS dilakukan oleh Kepala Daerah yang meliputi:
a. keselamatan dan keamanan bagai manusia dan pada keseluruhan sistem penyediaan tenaga listrik;
Izin Usaha Ketenagalistrikan yang diberikan oleh pemerintah meliputi Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Sendiri (IUKS) dan Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum (IUKU).
Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Sendiri (IUKS) diperuntukkan bagi penyediaan tenaga listrik dengan kapasitas diatas 200 kVA. Sebelum instalasi dioperasikan secara komersial, harus dilakukan uji laik operasi dan lingkungan atas instalasi, oleh pejabat yang berwenang. Untuk usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri berkapasitas di bawah 200 kVA harus terdaftar di PemerintahDaerah.
Pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan IUKS dilakukan oleh Kepala Daerah yang meliputi:
a. keselamatan dan keamanan bagai manusia dan pada keseluruhan sistem penyediaan tenaga listrik;
13
b.
optimasi pemanfaatan sumber energi domestik, termasuk pemanfaatan energi
terbarukan;
c. perlindunganlingkungan;
d. pemanfaatan proses teknologi yang bersih, ramah lingkungan dan berefisiensi tinggi pada pembangkitan tenaga listrik.
c. perlindunganlingkungan;
d. pemanfaatan proses teknologi yang bersih, ramah lingkungan dan berefisiensi tinggi pada pembangkitan tenaga listrik.
e.
pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri, termasuk kompetensi enjiniring dan
keandalan penyediaantenagalistrik;
Kegiatan industri ekstraktif minyak dan gas bumi (migas) terdiri atas kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir. Kegiatan usaha hilir bertumpu pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, sedangkan kegiatan usaha hilir bertumpu pada kegiatan pengolahan, penyimpanan, serta niaga . Kegiatan usaha
hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama (KKS), sedangkan kegiatan usaha hilir dilaksanakan melalui ijin usaha. Pembinaan dan pengawasan kegiatan usaha hulu migas dilaksanakan oleh BPMIGAS (badan pelaksana kegiatan usaha hulu migas), sedangkan pembinaan dan pengawasan
kegiatan hilir dilaksanakan oleh BPH migas (badan pelaksana kegiatan usaha hilir migas) . BPMIGAS secara hukum berstatus sebagai BHMN (badan hukum milik negara). Kegiatan usaha migas baik hulu maupun hilir dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN); Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); Koperasi, Usaha kecil dan Badan Usaha Swasta. Badan Usaha (BU) atau Bentuk Usaha Tetap (BUT)6 yang melakukan kegiatan usaha hulu dilarang melakukan
kegiatan usaha hilir, dan begitu juga sebaliknya. Jika badan usaha melakukan kegiatan hulu dan hilir secara bersamaan, maka harus membentuk badan hukum yang terpisah, antara lain secara holding company. BU dan BUT harus mendapat ijin dari Kementerian ESDM ( Ditjen Migas).
Kegiatan industri ekstraktif minyak dan gas bumi (migas) terdiri atas kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir. Kegiatan usaha hilir bertumpu pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, sedangkan kegiatan usaha hilir bertumpu pada kegiatan pengolahan, penyimpanan, serta niaga . Kegiatan usaha
hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama (KKS), sedangkan kegiatan usaha hilir dilaksanakan melalui ijin usaha. Pembinaan dan pengawasan kegiatan usaha hulu migas dilaksanakan oleh BPMIGAS (badan pelaksana kegiatan usaha hulu migas), sedangkan pembinaan dan pengawasan
kegiatan hilir dilaksanakan oleh BPH migas (badan pelaksana kegiatan usaha hilir migas) . BPMIGAS secara hukum berstatus sebagai BHMN (badan hukum milik negara). Kegiatan usaha migas baik hulu maupun hilir dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN); Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); Koperasi, Usaha kecil dan Badan Usaha Swasta. Badan Usaha (BU) atau Bentuk Usaha Tetap (BUT)6 yang melakukan kegiatan usaha hulu dilarang melakukan
kegiatan usaha hilir, dan begitu juga sebaliknya. Jika badan usaha melakukan kegiatan hulu dan hilir secara bersamaan, maka harus membentuk badan hukum yang terpisah, antara lain secara holding company. BU dan BUT harus mendapat ijin dari Kementerian ESDM ( Ditjen Migas).
14
D. Ketentuan
Pidana
Dalam
pasal 51 uu no 22 tahun 2001 disebutkan :
(1) Setiap
orang yang melakukan survei Umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)
tanpa hak dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling tinggi Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
(2) Setiap
orang yang mengirim atau menyerahkan atau memindahtangankan data sebagaimana
dimaksud dalam pasal 20 tanpa hak dalam bentuk apapun dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling tinggi Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal
52
Setiap
orang yang melaku kan Eksplorasi dan/atau Eksploitasi tanpa mempunyai Kontrak
Kerja Sama sebagaimana di maksud dalam Pasal 11ayat(1) di pidana dengan pidana
penjara paling lama 6(enam)tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000,00(enam
puluh milyar rupiah)
Pasal
53
Setiap
orang yang melakukan :
a.
Pengelolahan sebagaimana di maksud dalam pasal23 tanpa Izin Usaha Pengelolahan
do Pidana dengan Pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan denda paling
tinggi rp50.000.000.000,00(lima puluh milyar rupiah)
b.pengangkutan
sebagaimana di maksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutandi Pidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahundan denda paling tinggi
Rp40.000.000.000,00(empat puluh milyar rupiah)
c.Penyimpanan
sebagimana di maksud dalam pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan di pidana
dengan Pidana penjara paling lama 2(tiga) tahun penjara dan denda paling tinggi
Rp30.000.000.000,00(tiga puluh milyar rupiah)
d.Niaga
sebagaimana di maksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga di pidana dengan
pidana penjara paling lama 3(tiga) tahun dan denda paling tinggi
Rp30.000.000.000,00(tiga puluh milyar rupiah)
Pasal
54
Setiap
orang yang meniru atau memalsukan Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi dan hasil
olahan sebagaimana di maksud dalam Pasal 28 ayat(1) di pidana Penjara paling
lama 6(enam)tahun penjara dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00(enam
puluh milyar rupiah)
Pasal
55
Setiap
orang yang menyalah guna kan pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak
yang Di subsidi Pemerintah Di Pidana Dengan Pidana Penjara paling lamna 6(enam)
tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00(enam puluh milyar rupiah)
15
Pasal
56
(1)Dalam
hal tindak pidana sebagaimana di maksud dalam Bab ini di laku kan oleh atau
atas nama Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap,tuntutan dan pidana di kena kan
terhadap Badan Usaha Atau Bentuk Usaha Tetap Dan/ataupengurusnya.
(2)Dalam
hal tindak pidana di lakukan oleh Badan Usaha atauBentukUsaha Tatap,pidana yang
di jatuh kan kepada Badan Usahaatau Bentuk Usaha tetap tersebut adalah pidana
denda,dengan ketentuan paling tinggi pidana denda di tambah sepertiga.
Pasal
57
(1)Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 adalah Pelanggaran.
(2)Tindak
kan sebagaimana di maksud dalam Pasal 52,Pasal 53,Pasal 54 dan Pasal 55 adalah
Kejahatan.
Pasal
57
Selain
ketentuan pidana sebagaimana di maksud dalam Bab ini,sebagai pidana tambahan
adalah pencabutan hak atau perampasan barang yang di gunakan untuk atau yang di
peroleh dari tindak pidana dalam kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi.
Yang
mana UU Pidana MIGAS sudah jelas hukum nya untuk itu di minta pada aparat
penegak hukum jajaran Polda Propinsi Kalimantan-Barat dan polres mempawah
kab-pontianak juga petugas Pertamina propinsi Kalimantan-barat untuk menindak
lanjuti persoalan BBM Solar yang selama ini Menjadi Keluhan dan me resah karena
ada perilaku Pemain minyak Subsidi Pemerintah Dan di jual Pada industry yang
seharus industry membeli kepada pertamina melalui Minyak industry yang telah di
atur uu nya oleh Menteri MIGAS harapan masyarakat Konsumen Kepada pertamina
jangan ada lagi kata minyak Solar Habis, karena konsumen memerlu kan BBM solar
Bukan Untuk Bisnis Melain kan Keperluan sehari-hari sebagai bahan Bakar
transportasi umum mau pun keperluan yang mendesak Bersipat Umum dan Pribadi.
16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar